Mengapa Milenial dan Gen Z Mudah Resign? Begini Cara Pemimpin Menghadapinya
Fenomena Gen Z dan Milenial yang Mudah Berhenti Bekerja
Hasil survei dari Randstad yang melibatkan 35 ribu pekerja dari 34 negara menyatakan bahwa lebih dari setengahnya — yaitu 56% Gen Z dan 55% Milenial — akan berhenti dari pekerjaan jika pekerjaan menghalangi mereka menikmati hidup, dibandingkan dengan hanya 38% dari Generasi Baby Boomer.
Fenomena serupa juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan pengalaman saya selama hampir satu dekade bekerja bersama generasi Milenial dan kini Gen Z, mereka sering kali mudah mengajukan resign meski tengah menempati posisi menjanjikan di perusahaan besar.
Kisah Nyata: Fery dan Tantangan Generasi Baru di Dunia Kerja
Sebut saja Fery (bukan nama sebenarnya), lulusan universitas ternama di Indonesia dengan IPK cum laude. Ia diterima dalam program Management Trainee (MT) yang menjanjikan percepatan karier menuju posisi kepemimpinan. Namun, belum genap satu tahun menjalani program tersebut, Fery mengajukan resign.
Dalam sesi exit interview, ia mengungkapkan kekecewaannya. Awalnya ia antusias, namun seiring waktu, pekerjaan terasa monoton dan membosankan. Ia berharap dapat belajar dari para pemimpin senior, namun nyatanya hal itu tidak terjadi. Pemimpinnya pun belum berpengalaman. Akibatnya, Fery merasa tidak berkembang secara kemampuan maupun pengalaman.
Kisah Fery mencerminkan suara banyak Milenial dan Gen Z: mereka menginginkan pekerjaan bermakna, peluang belajar, dan pengembangan karier yang nyata.
Bagaimana Pemimpin Menyikapi Fenomena Ini?
Melihat fenomena tersebut, saya teringat pada pemikiran Lee Caraher, penulis buku Millennials & Management dan The Boomerang Principle. Ia menekankan empat fokus penting agar organisasi dapat membangun hubungan yang kuat dengan Milenial dan Gen Z.
1. Fokus pada Apa yang Penting bagi Mereka (Matter)
Berikan tugas-tugas yang membuat mereka merasa penting dan berdampak bagi organisasi. Bagi Milenial dan Gen Z, makna pekerjaan menjadi hal utama — mereka ingin diberi kesempatan berkontribusi, menyampaikan ide, dan diakui perannya.
Mereka ingin bekerja dengan pemimpin yang menginspirasi dan bisa dibanggakan. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang bekerja “untuk mencari makan”, generasi muda ini bekerja untuk mencari makna.
2. Ajak Mereka dalam Coaching Bersama Pemimpin Senior
Milenial dan Gen Z tidak suka hanya diperintah. Mereka menginginkan diskusi dua arah dan umpan balik langsung setelah menyelesaikan pekerjaan.
Maka dari itu, penting bagi organisasi untuk melibatkan pemimpin senior dalam sesi coaching agar mereka dapat berdiskusi, bertukar pikiran, dan belajar dari pengalaman nyata.
Hal ini tidak hanya meningkatkan keterlibatan, tetapi juga menumbuhkan rasa memiliki dan semangat kolaborasi di tempat kerja.
3. Gunakan Pendekatan Bimbingan yang Fleksibel
Mereka tidak suka diatur terlalu ketat. Milenial dan Gen Z akan lebih produktif bila diberi kebebasan dan rasa percaya.
Jika mereka mendapatkan bimbingan yang fleksibel dan tidak kaku, mereka akan lebih loyal dan total dalam bekerja, bahkan rela bekerja lembur jika merasa dipercaya.
Intinya: berikan ruang untuk berekspresi, bukan hanya aturan yang membatasi.
4. Berikan Peluang dan Jalur Karier yang Jelas
Milenial dan Gen Z ingin tahu seperti apa masa depan karier mereka di organisasi. Mereka ingin berdiskusi mengenai tujuan karier, peluang promosi, dan dukungan apa yang bisa diberikan organisasi.
Seperti yang dialami Fery, mereka membutuhkan akses ke pimpinan senior agar bisa belajar langsung dari pengalaman nyata.
Selain itu, mereka ingin dimentori oleh figur yang ahli dan inspiratif, bukan hanya supervisor administratif.
Maka, career path yang jelas, akses mentoring, dan dukungan karier menjadi faktor kunci agar Milenial dan Gen Z betah dan berprestasi di organisasi.
Kesimpulan: Kolaborasi Lintas Generasi untuk Masa Depan Organisasi
Ternyata, membuat Milenial dan Gen Z betah bekerja tidak sesulit yang dibayangkan. Kuncinya adalah memahami nilai-nilai dan motivasi kerja mereka.
Dengan pendekatan yang tepat — berupa makna, coaching, fleksibilitas, dan peluang karier — para pemimpin dapat membangun tim multigenerasi yang solid dan produktif.
✨ Next Leader Consulting siap menjadi partner Anda dalam mengembangkan pemimpin lintas generasi dan memperkuat kolaborasi antar generasi di tempat kerja.
Next Leader Consulting fokus pada pengembangan pemimpin lintas generasi melalui program Training Kepemimpinan, Coaching Kinerja, HR Assessment dan Gamification e-Learning. Silahkan dapat kontak team kami melalui Live Chat untuk merekomendasikan program yang tepat sesuai kebutuhan di organisasi Anda.













