Salah satu pernyataan terkenal di jagat dunia maya mengenai Gen Z ialah “We are the generation of ‘WE’. We can be whoever we want to be, but we can do it together”. Mengacu dari pernyataan ini, memanglah lazim jika pernyatan ini muncul dari generasi yang lahir di antara antara tahun 1997 – 2012 ini. Dari artikel Next Leader Consulting sebelumnya kita dapat melihat beberapa karakteristik unik Gen Z ini; seperti weconomist (memiliki berbagai ide untuk mendapatkan sesuatu dengan cara berbagi), DIY (Do It Yourself) dan hyper custom yang menginginkan melakukan dengan caranya sendiri dan senang jika diberi kebebasan untuk menentukan.
Karakteristik Gen Z ini boleh dikata bagai pedang bermata dua, satu sisi dapat menjadi kekuatan; namun jika dicermati lebih jauh maka akan terlihat adanya titik-titik rawan yang bisa menjadi penghambat potensi kinerja mereka. Apalagi ketika masuk dalam organisasi dengan berbagai budaya dan lingkungan yang berbeda, tentunya ini justru dapat menjadi kerikil tajam yang tanpa disadari menyandung karier dan upaya Gen Z dalam bekerja.
Nah bagaimana menyikapinya..?? Team Next Leader Consulting meramukannya untuk setiap kita dapat mendayagunakan kekuatan mereka dan sekaligus peka untuk mencermati titik-titik rawan antara Gen Z dengan lingkungan ataupun rekan generasi lainnya, melalui pendekatan coaching yang efektif bagi Gen Z.
Coaching yang bertujuan untuk dapat memprovokasi pikiran dan proses kreatif yang menginspirasi ini perlu dilakukan dengan pendekatan yang fit sehingga menghasilkan komitmen maksimal dari Gen Z sekaligus mendukung kolaborasi Gen Z dengan rekan generasi lain serta lingkungan kerjanya. Yuk simak 5 tips berikut yang telah Next Leader Consulting intisarikan:
1. KETERLIBATAN & DIALOG PEMBENTUKAN ETIKA
Berdasarkan survey penelitian yang dilakukan oleh Gallup didapatkan Gen Z memiliki tingkat keterlibatan kerja terendah dibandingkan generasi lainnya, yaitu tepatnya hingga 31%. Apakah yang menyebabkannya? Ternyata mayoritas pekerja Gen Z merasa di pekerjaan mereka tidak lagi menemukan tujuan yang bermakna, sementara yang lain melihat tidak adanya peluang kemajuan karier yang berarti.
Karenanya untuk merangkul Gen Z yang berpotensi atau high talents, pemimpin perlu memiliki pendekatan yang sesuai untuk mereka dapat tetap merasa pekerjaannya memberi tujuan yang membantu mereka berkembang dan semakin meningkat dalam karier. Namun faktanya terkadang kita terbentur birokrasi dan sejumlah aturan perusahaan yang telah baku, bahkan kaku. Lalu bagaimana menyelaraskannya..??
Libatkanlah team Gen Z Anda dalam coaching yang memungkinkan pendapat dan ide-ide mereka dapat didengarkan serta upaya mereka dalam penyelesaian masalah dihargai. Ajaklah juga sesekali dalam sesi coaching dengan Gen Z, sosok pemimpin yang signifikan hingga perwakilan manajemen yang terbuka akan ide dan aspirasi mereka. yang setelahnya pemimpin dan perwakilan manajemen ini dapat berdialog terbuka dengan mereka agar mereka juga dapat menjadi profesional yang tangguh dan berperilaku etis sesuai nilai-nilai organisasi atau aturan yang ada. Sosok pimpinan signifikan dan perwakilan manajemen juga dapat mensharingkan pengalaman real mereka dapat sukses berkarier dengan mengedepankan profesionalitas, menjadi role-model serta loyal terhadap organisasi.
Konkretnya kebutuhan Gen Z untuk dilibatkan dalam kesuksesan team bahkan hingga di ranah lintas fungsi pekerjaan atau organisasi membuatnya merasa memiliki tujuan karier yang bermakna. Namun juga mereka dapat terinsiprasi menjadi pekerja yang profesional beretika dan tangguh ketika terbentur berbagai tantangan yang ada di organisasi
2. PEMBELAJARAN PERSONALIZED
Karakteristik Gen Z yang beraliran DIY (Do It Yourself) serta hyper custom membuat mereka menyukai belajar secara individual dan dengan caranya sendiri. Dalam penelitian yang dilakukan Society for Human Resources Management didapatkan bahwa pekerja tiap generasi menilai bekerja tatap muka dengan rekan kerja sebagai salah satu dari tujuan yang disukainya saat di kantor atau tempat kerja. Namun agak berbeda dengan Gen Z yang justru lebih memilih “memaksimalkan produktivitas secara individual.” Karenanya dalam coaching yang dilakukan dengan Gen Z dapat diakhiri dengan rencana tindakan (action plan) yang memungkinkan Gen Z dapat belajar secara personalized, misalnya seperti melalui pembelajaran online yang interaktif, microlearning, gamification learning yang menggunakan aplikasi digital yang bisa diakses secara pribadi. Dan metode ini dapat kemudian disertai diskusi ataupun praktek dan presentasi secara tatap muka setelah pembelajaran secara digital. Hal ini mengingat Gen Z walau lebih individualis daripada Milenial namun mereka juga penganut weconomist yang suka jika dapat mencapai sesuatu dengan sharing bersama orang lain.
3. BIMBINGAN PENINGKATAN PRODUKTIFITAS
Tidak dapat dipungkiri para pekerja Gen Z atau yang kerap dijuluki Zoomer ini merupakan generasi yang paling baru memasuki dunia kerja. Bahkan hampir 50% dari pekerja Gen Z baru mulai belajar bagaimana mengatur tugas-tugas dan peran pekerjaan. Dan ini menyebabkan produktifitas menjadi tantangan terbesar mereka, yaitu bagaimana dapat cepat beradaptasi dengan tantangan serta tuntutan yang ada. Karenanya Coach bagi generasi Z perlu jeli dan fokus dalam memberikan bimbingan untuk peningkatan produktifitas mereka. Bila dilihat dari esensi coaching itu sendiri, coaching merupakan pendekatan kepemimpin yang tinggi dalam memotivasi sekaligus tinggi dalam mengarahkan. Hanya saja pengarahan yang dilakukan melalui percakapan dua arah (pertanyaan-pertanyaan) yang memprovokasi ide penyelesaian masalah. Dari tantangan terbesar Gen Z ini, seyogyanya Coach Gen Z memberikan porsi yang cukup besar untuk mereka piawai mengatur manajemen diri sehingga dapat cepat produktif.
4. TUJUAN JANGKA PENDEK YANG REALISTIS
Tak jauh berbeda dengan kakak Gen Z yaitu Milenial, Gen Z menyukai umpan balik atas pekerjaannya secara kontinyu yaitu agar ia dapat mendapat masukan bagi pengembangan kariernya. Dan perbedaannya dengan Milenial, Gen Z merupakan instant generation karena sejak di masa kecil telah terpapar teknologi digital yang serba cepat. Ini membuatnya cenderung kurang bisa bertahan lama untuk suatu hal yang menurutnya tanpa tujuan yang jelas. Juga terbiasa mengakses dan men-shutdown hal yang tidak disukainya hanya melalui ujung jari, membuat Gen Z kurang bisa bertahan dengan proses yang lama.
Menyikapi ini Coach perlu membicarakan tujuan jangka pendek (3-6 bulan hingga maksimal 1 tahun ke depan) yang realistis dapat dicapai team Gen Z nya. Libatkan mereka dalam tugas menantang yang memberinya ruang dapat berekspresi dan mencapai aspirasinya yang sekaligus juga mencapai tujuan team dalam kurun waktu tersebut.
5. DUKUNGAN KESEJAHTERAAN MENTAL
Berbeda dengan Milenial yang bermoto “can work anytime, anywhere”; Gen Z justru lebih mendekati angkatan kerja Gen X yang memilih work-life balanced sebagai prinsip mereka dalam bekerja. Bahkan tidak sedikit Gen Z yang akan berjuang dan memilih pekerjaan yang dapat memberi mereka kesempatan dapat menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Dan hal ini juga yang membuat Gen Z tergolong sebagai pekerja yang menginginkan organisasi memperhatikan kesejahteraan mereka, termasuk utamanya kesejahteraan mental. Seperti istilah “healing” yang terkenal di dunia maya yang memang diviralkan oleh kalangan Gen Z. Menyikapi ini sesi coaching yang merupakan pendekatan dengan teknik memotivasi ini dapat memberi apresiasi pada Gen Z tidak hanya secara materi/remunerasi atau pengakuan verbal namun juga bisa berupa paket kesejahteraan sesuai minat mereka. Seperti di beberapa organisasi dewasa ini memberi paket day off sebagai apresiasi atas pencapaian kerja atau keberhasilan sesi coaching yang telah dilakukan. Atau dalam bentuk voucher yang sesuai dengan kebutuhan dan minat kekinian Gen Z untuk membuatnya kembali fresh setelah menyelesaikan projek ataupun dateline pekerjaan yang ketat. Coach tentunya dapat membicarakannya secara dua arah agar sesuai dengan minat atau aspirasi team Gen Z nya dan juga tentunya kebijakan yang ada di organisasi.
Dengan tips-tips ini rasanya tidak sulit bukan menjadi Coach bagi Gen Z…?? Bahkan para pemimpin dan pengelola SDM yang berperan sebagai Coach tak terasa juga akan terus mengembangkan dirinya saat berpartner coaching dengan team Gen Z. Next Leader Consulting sebagai partner pengembangan pemimpin dalam team multi-generasi siap mendampingi dan membekali para pemimpin untuk semakin piawai menjadi Coach bagi Gen Z.