Tahun 2023 yang sedang kita tapaki ini, tak sedikit telah menjadi perbincangan yang disertai keraguan, khawatir dan cemas. Tahun kegelapan, tahun sulit, tahun resesi dan berbagai label bernada negatif kerap kita dengar. Belum lagi fakta berbagai perusahaan berskala Internasional seperti Google, Amazon, Disney hingga rentetan start up yang telah merampingkan perusahaan dengan ‘merumahkan’ para karyawannya. Lantas, mendengar fakta kurang mengenakkan ini tentu kita perlu strategi dan bahkan cara jitu untuk bisa bertahan dan bahkan sukses di tengah tantangan ketidakpastian ini. Strategi jitu ini tentunya perlu diawali dengan cara berpikir yang bisa menghasilkan terobosan dan peluang-peluang baru menuju keberhasilan berinovasi.
Tentunya kita pernah dengar istilah thinking outside the box untuk membuat terobosan, menciptakan peluang baru dalam berinovasi. Namun apakah thinking outside the box saja cukup? Banyak di antara kita adalah orang yang ahli di bidangnya. Kita sudah banyak makan asam garam dalam menjalankan profesi di bisnis atau organisasi kita. Namun, mengapa kita seolah buntu ketika mendapat tuntutan suatu terobosan baru? Pertanyaannya apakah karena pikiran kita begitu terkunci pada strategi dan pengalaman masa lalu, atau karena keahlian kita di suatu bidang yang telah begitu tinggi yang membuat kita sulit melihat blindspot untuk perbaikan?
Istilah VUCA (volatilly, uncertainty, complexity, and ambiguity) yang sejak dekade lalu mulai viral, namun sebenarnya istilah ini sudah sejak tahun 1990-an dipopulerkan oleh United State Army War College yaitu setelah perang dingin terjadi. Beranjak dari istilah yang sering digunakan para pakar bisnis dan manajemen menyatakan kondisi ketidakpastian ini setidaknya ada tiga strategi pola pikir yang dikembangkan untuk dapat inovatif:
1. POLA PIKIR “TIDAK PERNAH PUAS”
Mindset “tidak pernah puas” ini mendorong karyawan untuk senantiasa melakukan perbaikan secara terus-menerus dari apa yang sedang dikerjakannya. Hal ini dilakukannya di setiap proses bisnisnya yaitu setiap karyawan ditargetkan untuk menemukan cara, metode, proses hingga peralatan yang lebih efektif dari sebelumnya. Manajemen organisasi perlu dari secara top down dan bottom up mengobarkankan semangat terus melakukan perbaikan yang dilandari dorongan tidak pernah puas dengan hasil yang ada saat ini menjadi kebiasaan bahkan budaya kerja dalam organisasinya.
2. POLA PIKIR “GAGAL BUKAN HARGA MATI”
rahasia pola pikir kedua ialah organisasi perlu membudayakan pola pikir menerima kegagalan bukan sebagai harga mati tetapi sebagai sebagai suatu tantangan baru atau istilahnya constructive challenges atau tantangan yang positif. Para profesional dari lini bawah hingga jajaran manajemen perlu punya pola pikir: “Jika gagal, coba lagi dan ulangi lagi prosesnya” Lalu bagaimana agar saat mengulangi lagi prosesnya ini individu bisa berhasil dan bukan justru gagal dan gagal lagi yang dapat membuatnya “capek” dan pada akhirnya enggan mencoba lagi?
Untuk menjawabnya kita perlu manyadari bahwa otak manusia diciptakan bukan sebagai otak yang pasif, namun otak yang aktif. Aktif disini artinya untuk dapat berhasil otak sangat bisa dan perlu untuk terus dilatih. Karena sistem kerja otak setelah melakukan sesuatu, ia tidak kemudian merekamnya secara pasif, tetapi bisa memprediksi lebih lanjut apa yang bisa dilakukan untuk di waktu ke depan sesuai pengalamannya tersebut. Jadi otak siapapun sebenarnya bila terus dilatih dapat menjadi begitu piawai menyelesaikan berbagai tantangan kondisi. Dalam melatih otak kita ini agar benar-benar aktif dan menjadi piawai kita perlu memiliki 3 kebiasaan berpikir berikut yaitu:
– Kebiasaan pertama; teruslah berpikir “yang masih dapat diperbaiki” atau tidak mudah puas dengan pencapaian yang ada saat ini. Walau saat ini kita telah menjadi yang terdepan, janganlah kita tersihir dengan keangkuhan atau terlena dengan keberhasilan namun terus cari metode dan strategi baru. Bahkan carilah peluang masalah baru yang bisa jadi muncul, mintalah pandangan orang yang berseberangan pendapat dengan kita dan dengarkan potensi kendala hingga berbagai resiko di masa depan yang bisa muncul
– Kebiasaan kedua: latihlah pikiran untuk terus berimajinasi. Dunia digital yang kini telah berkembang begtu pesat dan berabgai kemajuan teknologi lainnya merupakan hasil dari orang-orang yang tidak berhenti berimajinasi di masa lalu. Beberapa dekade lalu, para ahli berimajinasi dapat berkomunikasi lintas benua dan Samudra dengan peralatan canggih, namun nyatanya saat ini semua dapat dilakukan hanya melalui ujung jari melalui kecanggihan teknologi digital.
– Kebiasaan ketiga: latihlah intuisi. Jangan pernah meremehkan apa yang dikatakan oleh intusisi kita. Tapi ujilah intusisi kita! Bisa jadi itu baru ide mentah atau sekedar asumsi. Namun jangan langsung kita abaikan, tapi catatlah itu, uji cobakan dan aplikasikan pada apa yang selama ini telah kita lakukan. Fakta membuktikan banyak produk-produk inovatid dihasilkan dari intuisi para pebisnis yang tajam sehingga bisa memberi nilai tambah pada produk yang sebelumnya kurang laku atau tidak diminati. Lakukanlah juga riset untuk mendapatkan bukti yang kuat sehingga dapat memantapkan hasilnya.
3. POLA PIKIR “TIDAK ADA TERLALU PANDAI / BODOH”
Pola pikir yang ketiga “tidak ada yang terlalu pandai atau sebaliknya bodoh ini” dapat diterapkan dengan pemimpin jeli mensandingkan tim kerja atau karyawannya yang telah ahli dan sangat berpengalaman di bidangnya atau yang diistilahkan “terlalu pintar” ini, dengan karyawan muda yang baru direkrut (disitilahkan dengan “terlalu bodoh”) untuk mendapatkan new insight dari pemikiran-pemikiran keduanya yang digabungkan. Sehingga dapat dikatakan strategi ini menggabungkan Karyawan Ahli untuk dapat melihat berbagai peluang hingga cara penyelesaian masalah baru dari perspektif Karyawan Pemula. Dapat dikatakan juga membantu Karyawan Ahli melihat new insight ataupun new blindspot dari Karyawan Pemula. Strategi menyandingkan Karyawan Ahli dan Karyawan Pemula ini berpotensi berbuahkan karya-karya inovatif sekaligus menumbuhkan suasana kerja “win-win” bagi setiap karyawan. Suasana silo karena karyawan senior yang merasa sudah sangat ahli vs karyawan baru yang “masih hijau” pun dapat teratasi dan justru terjadi kolaborasi.
Pada akhirnya dapat dikatakan berpikir inovatif baru ditengah kondisi ketidakpastian sangat tergantung pada kebiasaan berpikir kita, bukan? Mulai sekarang bersiaplah mengembangkan strategi berpikir untuk survive and success, bersiaplah juga melihat permasalahan dari sisi yang berbeda dan mensinergikan berbagai solusi baru. Tim fasilitator Next Leader Consulting siap membantu rekan-rekan profesional dan pemimpin dalam program Problem Solving and Creative Thinking yang dikemas secara interaktif dan insightful. Disertai berbagai tips-tips real dan praktis untuk diterapkan bagi individu, tim kerja dan level organisasi. Selamat menggapai sukses di tahun yang baru!