Berkomunikasi untuk menjalin kerja sama dengan Gen Z memang perlu pendekatan tersendiri. Apalagi jika Anda adalah generasi yang berbeda jauh secara usia dari mereka. Namun bagi generasi terdekat dengan Gen Z ini sekalipun, yaitu Milenial ternyata diperlukan tips dan trik tersendiri dalam menghadapi generasi yang kini mendomunisai populasi penduduk Indonesia.
Gen Z yang saat ini berusia 10-25 tahun boleh dikata memang memiliki preferensi sendiri dalam cara berkomunikasinya. Sebagai generasi yang lahir di tahun 1997 – 2012 Gen Z lebih suka komunikasi online daripada komunikasi langsung. Terlahir di era teknologi yang telah berkembang demikian pesat, membuat Gen Z sedari usia dini berkomunikasi secara online dengan perangkat telekomunikasi digital. Dan didapatkan sekitar 85 persen Gen Z lebih banyak belajar mengenai berbagai keilmuan melalui media sosial, dan menjadi hal lazim bercakap-cakap dengan rekan sebaya mereka melalui media sosial dan berbagai platform chatting secara online. Dan hal ini membuat mereka dewasa ini dijuluki generasi streamer.
Tentunya preferensi komunikasi mereka ini perlu menjadi pertimbagan dalam membangun pendekatan komunikasi dengan Gen Z. Team konsultan Next Leader yang telah berpengalaman dalam mengembangkan para pemimpin lintas generasi mengintisarikan ada 5 hal berikut yang perlu dikembangkan pemimpin untuk dapat membangun komunikasi sekaligus kerjasama sinergis dengan Gen Z:
1. Ubah Pendekatan Pimpinan menjadi Partner
Mungkin Anda bertanya koq pendekatan pimpinan harus diubah? Kan saya pimpinannya disini! Nah, jika Anda adalah pimpinan atau generasi lebih senior dari Gen Z, untuk berkomunikasi dengan tim Gen Z akan menjadi kurang efektif jika kita masih menempatkan diri sebagai pimpinan dan mereka bawahan. Dimana dengan pendekatan ini biasanya pimpinan berkomunikasi dengan gaya mengintruksikan, mengatur sehingga ada jarak dengan lawan bicara Gen Z. Bila ini dilakukan maka Gen Z akan cenderung menarik diri dari komunikasi tersebut, kurang respek, menghindar dari tanggung jawab bahkan tak sedikit yang akan meninggalkan pekerjaannya.
Karenanya kita perlu mengganti memposisikan diri layaknya seorang partner atau teman dengan Gen Z yaitu tidak lagi dengan gaya hanya memerintah, atau bahkan memaksa dan mengancam jika Gen Z melakukan sesuatu di luar ekspektasi kita. Ternyata dengan cara komunikasi yang hadir sebagai kawan, justru rasa respek Gen Z pada pimpinan dan seniornya meningkat. Mereka juga menjadi lebih mau terlibat, bertanggung jawab dan antusias dengan pekerjaannya. Hal krusial yang perlu diperhatikan saat hadir sebagai partner bagi Gen Z ialah kita perlu:
- Menanyakan ide-ide dari sudut pandang Gen Z
- Lebih banyak mendengarkan dan mengakomodir pendapatnya
- Mengapresiasi pendapatnya
- Melibatkannya dalam tugas-tugas menantang sesuai talentanya.
Namun tidak sedikit juga pemimpin yang menanyakan, lalu bagaimana menyikapi Gen Z yang sikap kerjanya kurang baik? Apakah mereka tetap mendapat hubungan partnership ini serta diakomodir pendapatnya, sementara sikap kerjanya saja harusnya mendapat teguran? Nah untuk menjawab hal ini, silahkan dapat simak tips berikutnya.
2. Buat Gen Z Terkagum Bukan Takut
Terkait dengan bagaimana menangani Gen Z dengan sikap kerja yang kurang ini, kita perlu pahami terlebih dulu penyebabnya. Seseorang dengan sikap kerja yang kurang biasa penyebabnya ialah karena ia merasa tidak lagi termotivasi dengan pekerjaannya. Entah karena adanya harapan yang tidak terpenuhi sehingga menimbulkan kekecewaan, adanya selisih paham hingga konflik diantara mereka.
Dan untuk membuat gen Z termotivasi dengan pekerjaannya kita tidak bisa dengan pendekatan “fear” / menimbulkan rasa takut seperti ancaman dan hukuman, yang justru akan membuat mereka semakin tidak termotivasi. Tapi justru pemimpin perlu membuat mereka terkagum dengan kompetensi yang dimiliki pemimpin, alias dengan ketrampilan, keahlian yang ditampilkan pemimpin beserta dengan sikap kerjanya. Buatlah tim Gen Z terkagum dengan ketrampilan yang pemimpin senior miliki. Bagian pengelola SDM juga bisa menjembatani ini dengan membuatkan program mentoring, yaitu satu orang pemimpin senior dengan kompetensi mumpuni memiliki beberapa mentee Gen Z yang siap dimentoring ketrampilan dan keahilan khusus. Tentunya di awal juga dapat ditanyakan apa aspirasi dari Gen Z tersebut, yang kemudian diselaraskan dengan umpan balik pemimpin atau seniornya terkait kompetensi yang masih perlu Gen Z tersebut kembangkan.
3. Bawalah Kekhasan / Keunikan Gen Z
Seringkali tanpa disadari kita berkomunikasi dengan membawa sesuatu yang menarik, menurut pandangan kita sendiri. Misalnya saja tanpa sadar dalam suatu meeting atau pelatihan yang diberikan ada peserta Gen Z, kita memaparkan secara lengkap hingga teori-teori yang melatarbelakanginya. Gen Z yang terkenal pragmatis dan lebih suka belajar melalui media sosial menjadi kehilangan minat. Maksud kita baik yaitu agar pemaparan menjadi lengkap, namun bagi Gen Z mereka justru tidak dapat menerimanya, karena terlalu teoritis dan kurang menarik!
Atau kita memberikan penjelasan yang terlalu basic dari hasil pencarian informasi via pencarian data online. Sementara bagi Gen Z hal ini adalah makanan sehari-hari mereka sehingga bisa jadi mereka sudah mengetahuinya, bahkan lebih dulu dari kita! Nah untuk menghindarinya kita perlu melibatkan keunikan Gen Z yang aktif, pragmatis dan kreatif. Kita bisa membawa keunikan / kekhasan Gen Z ini dengan menghadirkan pendekatan learning by doing. Yaitu misalnya dalam suatu rapat, pemimpin cukup menugaskan Gen Z untuk mencaritahu tentang suatu hal. Kemudian di pertemuan berikutnya ajaklah Gen Z untuk melakukannya dengan simulasi, praktek langsung di lapangan, melakukan uji coba (trial) bersama dan sebagainya. Sehingga interaksi yang ada akan hidup dan Gen Z merasa mereka hadir di dunianya sendiri. Setelah kita berhasil menghadirkan dunia Gen Z ini, barulah apa yang menjadi harapan dan tugas-tugas selanjutnya dari pemimpin diberikan. Tentunya dengan suasana belajar yang sesuai dengan kekhasan Gen Z.
4. What’s In It For Me ? (WII FM)
Ketika Gen Z sudah merasa komunikasi dan interaksi yang terjalin sesuai dengan dunianya. Pemimpin juga perlu memberitahukan WII FM (What’s In It For Me) yaitu apa manfaatnya penugasan tersebut bagi Gen Z secara pribadi. Sejak awal penugasan atau interaksi yang dibagun, sampaikanlah keuntungan, hak-hal positif yang bisa Gen Z dapatkan. Misalnya bagi manfaat bagi pengembangan kompetensi pribadinya, dapat memperluas networkingnya, karier pribadi. Dan bila memungkinkan pemimpin juga menanyakan WII FM yang didambakan Gen Z.
5. Gunakan Gaya Komunikasi Andragogi
Terakhir selalu bangun komunikasi dengan gaya andragogi yaitu pendekatan yang mempercayai bahwa setiap individu memiliki potensi sehingga tugas pemimpin hanyalah memfasilitasi atau mendorong untuk mengeluarkannya. Pendekatan andragogi juga mempercayai bahwa setiap individu dapat tumbuh dan berkembang dari dalam dirinya sendiri; dan dengan pendekatan yang tepat maka setiap individu akan mengeluarkan performa terbaiknya.
Tidak sulit bukan berkomunikasi dan bekerja sama Gen Z? Namun kelima Langkah ini juga tidak bisa dilakukan dengan waktu sekejap, tapi perlu melatih para pemimpin untuk menjadikan kelima hal ini menjadi perilaku sehari-hari untuk kemudian ditumbuhkan menjadi kebiasaan baru yang akan berdampak semakin solidnya kerjasama para pemimpin dengan Gen Z. Next Leader Consulting sebagai partner dalam mengembangkan para pemimpin lintas generasi siap membantu organisasi dalam membantu para pemimpin mengembangkan kebiasaan yang merangkul Gen Z.
[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]