Di tengah kondisi yang serba tidak pasti dewasa ini, baik oleh ancaman pandemic covid-19 yang belum sepenuhnya teratasi hingga prediksi ekonomi global di tahun 2023 ke depan yang akan semakin sulit, maka sikap paling krusial yang pemimpin perlu memiliki kelincahan atau agility. Seperti apa sih menjadi memimpin yang agile atau lincah ini? Dan bagaimana menumbuhkan dan mengembangkan agility dalam diri kita?
1. Tenang dalam Menyikapi Perubahan & Berbagai Tantangan
Tantangan yang kita hadapi saat ini memang penuh dengan gejolak ketidakpastian, tekanan berbagai lini kehidupan hingga berbagai disrupsi yang mengancam. Karenanya bila ditanya sikap pertama yang diperlukan untuk seorang pempin dapat menjadi agile atau lincah ini ialah bersikap tenang dalam menyikapi berbagai perubahan! Sikap tenang seorang pemimpin yang agilebukan berarti ia diam saja atau pasif, namun ini merupakan sikap pertama yang sangat dibutuhkan agar kelincahan pemimpin bukanlah hasil dari kepanikan yang hanyalah hasil dari otak reptile (otak yang berfungsi ketika seseorang dalam keadaan panik) namun dari otak kreatif yang diaktifkan secara maksimal karena perubahan yang ada dihadapi dengan tenang.
Saya suka menggambarkan ketenangan seorang pemimpin yang agile ini dengan filosofi dari angsa yang berenang. Pernahkah Anda memperhatikan angsa putih yang sedang berenang begitu anggun di sebuah danau? Kalau diperhatikan angsa ini di atas air nampak begitu tenang, berenang dengan begitu cantik dan anggun. Namun dibawah bulu putihnya yang menawan, lehernya yang tinggi menjulang tersebut, kaki si angsa begitu lincah bergerak kesana kemari untuk menguasai air danau. Kakinya begitu giat dan tiada henti mengayuh air dan tak jarang terpaan angin yang membuat danau beriak. Namun demikian ia tetap tampil tenang dan anggun di permukaan. Filosofi angsa ini hendaknya mengingatkan para pemimpin dewasa ini perlu mengembangkan kecerdasan emosional yang mumpuni. Yaitu boleh jadi dalam hati mungkin kita sudah kalang kabut, pikiran bahkan kalut, tapi mampukah kita tetap menanggapi dengan kecerdasan emosi, pikiran yang tetap jernih sehingga dapat tetap positif menyikapi perubahan yang menghadang. Ketenangan yang berasal dari kecerdasan emosinal yang matang dari seorang pemimpin ini juga yang kemudian membuatnya dapat melihat peluang atau hal-hal positif yang bisa dilakukan ditengah ancaman perubahan tersebut.
2. Adaptif untuk Belajar Hal Baru
Sikap tenang yang dapat dikembangkan pemimpin akan membawanya untuk bisa beradaptasi dengan efektif. Adaptif disini merupakan suatu lawan dari sikap skeptis dari perubahan yang ada. Alih-alih bersikap acuh, masa bodoh bahkan menolak untuk berubah, seorang pemimpin yang adaptif justru merangkul perubahan. Ia bersedia mengadaptasikan cara-cara kerja lamanya dulu yang sudah seyogyanya diganti atau disesuaikan dan bersedia mengesampingkan egonya untuk belajar lagi hal-hal yang baru untuk mampu bertahan dari ancaman perubahan.
3. Inovatif Menciptakan Hal Baru
Pemimpin yang bersedia beradaptasi inilah yang pada akhirnya mampu keluar sebagai pemimpin yang inovatif! Sebuah kisah nyata membuktikannya, yaitu war of currents (perang arus) antara Thomas Alva Edison dan Nikola Tesla yang menghasilkan industri listrik akhirnya terpecah menjadi dua kubu: AC dan DC. Ketika Tesla yang usianya terpaut 6 tahun lebih muda dari Edison sedang bekerja di Westinghouse dapat mengembangkan konsep listrik AC (Alternating Current) secara efisien, sementara Edison tetap bersiteguh hanya akan menggunakan sistem transmisi listrik DC (Direct Current) yang menurutnya lebih aman.
Banyak rumor yang beredar menyatakan bahwa Edison dengan cara spekulatifnya kemudian membunuh gajah, untuk meyakinkan masyarakat kala itu bahwa listrik AC yang dikembangkan Tesla berbahaya. Akhirnya War of Currents pun berakhir ketika seorang investor perusahaan Edison memintanya untuk memakai listrik AC. Disinilah pada akhirnya Edison mengakui bahwa dia salah dalam memperkirakan potensi listrik AC, dan Tesla lah yang memenangkan persaingan. Alhasil upaya inovatif Tesla yang semula ditanggapi skeptis oleh Edison ini berbuahkan manis. Tesla dengan Westinghouse berhasil mengembangkan pembangkit listrik besar bertenaga air pertama di dunia di Air Terjun Niagara. Dari kisah nyata ini kita dapat melihat seorang Thomas Alva Edison yang didaulat sebagai penemu dengan paling banyak hak paten saja tidak berhasil membendung egonya untuk menerima sesuatu yang baru dari Tesla. Sementara Tesla diakui sebagai penemu genius yang agile dan dengan agility nya ia akhirnya berhasil menginovasi generator AC modern sebagai transmisi listrik yang jauh lebih efisien dan dalam skala besar seperti yang kita gunakan saat ini.
4. Pembelajar dan Pencari Umpan Balik
Sikap penting lainnya yang harus dikembangkan ialah seorang pemimpin perlu selalu siap menjadi pembelajar. Dan sikap pembelajar ini perlu dengan suatu fondasi sikap kerendahhatian dan pikiran yang terbuka. Mengapa demikian? Karena ketika kita belajar dengan tanpa rendah hati dan dengan pikiran yang sudah penuh, maka sulit kita bisa menggeliat dengan lincah menyikapi tantangan perubahan yang ada.
Mungkin kita masih terus belajar dengan rajin membaca, ikut berbagai pelatihan, mencoba menganalisa masalah namun karena ‘gelas’ kita sudah penuh, maka apa yang kita pelajari tersebut hanya untuk semakin membenarkan pola atau cara kerja yang selama ini kita pakai, yang bisa jadi seharusnya sudah perlu kita ganti atau tinggalkan! Karenanya sikap pembelajar ini saya gabungkan dengan perlunya seorang pemimpin menjadi seorang feedback seeker atau pencari umpan balik. Di tengah tantangan perubahan yang seringkali masih belum ada kejelasan, pemimpin perlu menyikapi dengan selalu mencari umpan balik-umpan balik konstruktif dari orang lain yang bahkan berseberangan sudut pandang dengannya. Disinilah pemikirannya kemudian dapat terbuka dan melihat berbagai peluang yang selama ini mungkin tidak terlihat.
5. Reflektif dan Fleksibel
Sikap reflektif dan fleksibel ini walau diletakkan sebagai sikap terakhir seorang pemimpin yang agile tapi merupakan sikap pamungkas yang mengunci keempat sikap yang lainnya. Ketika seseorang sudah mendapat ide-ide solusi baru dari sikap pembelajar dan pencari umpan balik yang dikembangkannya, ia harus lincah dalam berpikir secara reflektif. Secara praktisnya berpikir reflektif ialah kemampuan untuk menghubungkan pengetahuan atau ide-ide yang diperoleh seseorang dengan pengetahuan sebelumnya sehingga diperoleh suatu kesimpulan untuk menyelesaikan permasalahan yang baru. Tanpa kemampuan reflektif yang mumpuni seorang pemimpin seperti sedang menggunakan pisau yang tumpul untuk memotong-motong ide-ide solusi yang diperolehnya. Surbeck, Han dan Moyer menyatakan untuk dapat berpikir reflektif maka pemimpin perlu melakukan Reacting (berpkir untuk aksi), Elaborating /Comparing (berpikir reflektif untuk evaluasi) dan Contemplating (berpikir reflektif untuk pencaritahuan kritis). Dan berpikir reflektif ini perlu diiringi dengan fleksibilitas pemimpin untuk mengeksekusi hasil pemikiran reflektifmya. Definisi fleksibel secara praktis yang paling sederhana namun aplikatif ialah kemampuan untuk mengabaikan hal-hal kecil yang tidak penting dan menelurkan ide-ide gila.
Yuk pemimpin bersiaplah semakin agile (lincah) dan menyongsong setiap perubahan dengan agility yang telah terasah. Jadikan cara berpikir dan bersikap agile sebagai bagian dari kebiasaan kita setiap hari! Program Agile Leadership dari Next Leader Consulting sebagai partner dalam pengembangan diri pemimpin masa depan siap memfasilitasi Anda menuju keberhasilan menghadapi setiap tantangan perubahan yang ada.