Kehadiran Generasi Z (Gen Z) di panggung profesional saat ini membawa warna baru sekaligus dinamika yang memicu diskusi panjang di kalangan praktisi sumber daya manusia. Sebagai generasi yang lahir di era transisi teknologi yang sangat cepat, mereka sering kali dipandang memiliki standar kerja yang berbeda. Namun, di balik stigma yang melekat, terdapat akar permasalahan konkret yang perlu dipahami secara objektif oleh semua pihak.
Mengidentifikasi masalah yang dihadapi Gen Z di dunia kerja bukan berarti menyudutkan satu pihak, melainkan upaya untuk mencari titik temu demi produktivitas. Berikut adalah beberapa poin utama yang menjadi hambatan dalam integrasi profesional mereka :
Masalah Gen Z di Dunia Kerja
Kerapuhan Ketahanan Mental (Mental Resilience)
Salah satu isu yang paling sering muncul adalah tingkat kerentanan mental dalam menghadapi tekanan tinggi di lingkungan pekerjaan. Terbiasa dengan aksesibilitas yang serba instan di dunia digital, sebagian Gen Z merasa kesulitan ketika harus menghadapi proses panjang yang berbelit-belit atau kritik tajam dari atasan. Hal ini sering kali berujung pada fenomena quiet quitting atau pengunduran diri dalam waktu singkat karena merasa lingkungan kerja tidak mendukung kesejahteraan emosional mereka.
Kesenjangan Komunikasi Interpersonal
Meskipun sangat mahir berkomunikasi melalui perangkat digital, banyak individu dari generasi ini mengalami kendala saat harus melakukan interaksi tatap muka atau pembicaraan telepon yang bersifat formal. Kemampuan membaca bahasa tubuh dan memahami nuansa diplomasi dalam rapat luring menjadi tantangan tersendiri. Masalah ini sering kali dianggap sebagai sikap kurang sopan oleh generasi senior, padahal akar masalahnya adalah kurangnya jam terbang dalam interaksi sosial langsung.
Ekspektasi Karier yang Tidak Realistis
Besarnya pengaruh media sosial menciptakan standar kesuksesan yang sering kali tidak selaras dengan kenyataan di lapangan. Gen Z kerap mengharapkan kenaikan jabatan yang cepat atau gaji tinggi tanpa melewati proses manajerial yang bersifat fundamental. Keinginan untuk segera mencapai posisi strategis tanpa fondasi pengalaman yang kuat sering kali menimbulkan gesekan dengan struktur hierarki perusahaan yang sudah mapan.
Batasan antara Kehidupan Pribadi dan Profesional
Bagi Gen Z, pekerjaan hanyalah salah satu bagian dari identitas, bukan seluruh hidup mereka. Masalah muncul ketika etos kerja tradisional yang menuntut pengabdian waktu tanpa batas berbenturan dengan prinsip work-life balance yang mereka anut. Perusahaan yang masih menerapkan gaya manajemen kaku sering kali melihat prinsip ini sebagai bentuk kurangnya komitmen, sementara Gen Z melihatnya sebagai hak dasar sebagai manusia.
Loyalitas yang Rendah terhadap Instansi
Berbeda dengan generasi sebelumnya yang cenderung bertahan di satu perusahaan hingga masa pensiun, Gen Z lebih mengedepankan perkembangan diri. Jika sebuah tempat kerja dianggap tidak lagi menawarkan pembelajaran baru atau tidak sejalan dengan nilai personal mereka, mereka tidak ragu untuk segera mencari peluang lain. Tingginya angka perputaran karyawan (turnover) ini menjadi tantangan besar bagi stabilitas operasional perusahaan.
Masalah-masalah yang dihadapi Gen Z di dunia kerja merupakan refleksi dari perubahan zaman yang harus disikapi dengan bijak. Kunci solusinya terletak pada kemauan perusahaan untuk melakukan modernisasi gaya kepemimpinan, serta kemauan Gen Z untuk memperkuat daya tahan dan disiplin profesional. Hubungan kerja yang harmonis hanya akan tercipta jika ada rasa saling menghargai antara idealisme anak muda dan pengalaman generasi sebelumnya.
Next Leader Consulting fokus pada pengembangan pemimpin lintas generasi melalui program Training Kepemimpinan, Coaching Kinerja, HR Assessment dan Gamification e-Learning. Silahkan dapat kontak team kami melalui Live Chat untuk merekomendasikan program yang tepat sesuai kebutuhan di organisasi Anda.
Baca juga artikel terkait lainnya :













