Rasanya masih hangat di setiap perbincangan bagaimana mengelola generasi Milenial yang efektif, dan bagi tidak sedikit organisasi ini masih menjadi PR. Namun nyatanya dewasa ini kita tidak bisa mengelak dengan kedatangan Generasi Z, alias si adik dari Milenial. Generasi Z atau yang kerap disebut Generasi post-Millennial, hingga sebutan Generasi Zoomer dan Centennial merupakan angkatan yang lahir di tahun 1997 hingga tahun 2021. Rata-rata generasi Z yang telah memasuki dunia kerja saat ini berusia di kisaran usia 18 tahun ke atas hingga berusia 20 – 24 tahun.
Dari kisaran usianya yang mudia belia ini dan mulai memasuki kancah dunia kerja ini, lantas apa yang menjadi ciri utama generasi Z ini? Tentunya untuk dapat mengelola generasi post- Millennial ini dengan baik, kita perlu memiliki pemahaman terlebih dulu seperti apa sepak terjang dari generasi adik Milenial ini. Beberapa orang berpendapat, “Ah, rata-rata mereka ini sama karakteristik dan perilakunya dengan Milenial… Hmmm..Apakah benar demikian? Untuk menjawabnya tim Next Leader Consulting merangkumkan perilaku generasi Z di dunia kerja dari pengalaman kami dalam mengelola tim multigenerasi sebagai berikut:
1. Cepat Mempelajari Hal Baru
Generasi Z merupakan generasi yang sejak lahir mereka sudah terhubung dengan internet dan media teknologi canggih seperti smartphones, tablet, dan gadget lainnya. Berbeda dengan kakaknya yaitu generasi Milenial, yang baru terhubung dengan internet di usia remaja, sementara Gen Z boleh dikata sejak lahir kehidupan mereka sudah dikelilingi akses dengan internet. Sehingga bagi mereka keterhubungan dan akses yang cepat terhadap informasi merupakan hal yang mendasar di keseharian mereka.
Ini membentuk Gen Z menjadi generasi yang memperoleh informasi jauh lebih cepat dari generasi lain dengan bantuan aplikasi terkini. Dan hal ini turut dipengaruhi oleh kepiawaian mereka dalam mengakses berbagai informasi melalui smartphones. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Nielsen Media Research didapatkan kepemilikan smartphone pada Gen Z saat ini mencapai 86 persen, lebih banyak dibanding generasi terdahulunya. Dan Gen Z dengan rentang usia 20-24 tahun paling sering menggunakan internet terutama melalui smartphone, dimana waktu berinternet mereka minimal 4 jam sehari.
Keterhubungan dengan berbagai informasi di dunia maya dengan intensitas tinggi ini tentunya membuat Gen Z terbentuk menjadi generasi yang sangat cepat mengakses informasi dan mempelajari hal-hal baru. Sebut saja ketrampilan praktis, seperti memasak, berkebun, otomotif, hingga cara presentasi, berjualan, membuat laporan keuangan dalam waktu cepat dapat mereka pahami melalui akses internet. Ini juga yang kemudian membuat mereka ketika memasuki dunia kerja, membuat mereka cepat mempelajari hal baru dan beradaptasi dengan berbagai pengetahuan yang harus dikuasainya.
2. Ingin Segalanya Serba Instant
Kelebihan Gen Z dalam kepiawaian mengakses berbagai pengetahuan baru melalui kecanggihan teknologi ini, di sisi lain membuat Gen Z menginginkan tugas dan pekerjaan yang dihadapinya bisa diselesaikan dengan cepat dan bahkan dalam waktu sekejab atau instant.
Dapat menyelesaikan pekerjaan dengan cepat ini bisa menjadi suatu kekuatan karena masalah dapat terselesaikan dengan lebih efisien, namun di sisi lain Gen Z menjadi tidak dapat berhadapan dengan proses pekerjaan yang panjang. Mereka cenderung tidak dapat bertahan dan memilih meninggalkan pekerjaan dengan proses yang panjang dan kompleks.
Apalagi jika harus berhadapan dengan birokrasi yang berlapis, maka mereka cenderung tidak dapat bertahan lama di pekerjaan tersebut. Menyikapi hal ini perusahaan perlu memberikan pengarahan yang menjelaskan mengapa pentingnya proses tersebut (why) kepada tim kerja Gen Z agar walau karakteristik mereka ingin segala sesuatu serba cepat, namun mereka juga tetap bisa menghargai dan beradaptasi dengan proses.
3. Dapat Melakukan beberapa Tugas Sekaligus (Multi-Taskers)
Sudah terbiasa selalu terhubung dengan teknologi sejak usia sangat dini, membuat Gen Z memiliki kemampuan melakukan beberapa aktivitas dalam satu waktu secara bersamaan. Hal ini karena sudah terbiasa mengerjakan beberapa hal sekaligus karena memanfaatkan kecanggihan teknologi yang ada. Misalnya mereka terbiasa bekerja dengan laptop atau PC sambil aktif berkomunikasi di smartphones mereka. Atau kebiasaan menonton TV sambil asyik berselancar di media sosial dan mengupload berbagai kegiatannya di situs jejaring sosial.
Hal ini dapat menjadi keuntungan bagi para atasan dan perusahaan yaitu mereka dapat dipercaya menyelesaikan beberapa tugas sekaligus. Namun juga perusahaan perlu memperhatikan agar fokus dan perhatian mereka tetap terjaga dengan baik sehingga tidak mempengaruhi kualitas dari hasil kerja mereka.
4. Kritis Dalam Hal-Hal yang Praktis
Generasi yang lahir dari tahun 1997 – 2012 ini tergolong memiliki sikap yang kritis dalam menyatakan pemikirannya. Hal ini turut disebabkan karena mereka terbiasa memperoleh berbagai informasi dari internet dan media sosial. Setiap hal dan masalah yang dihadapi mereka coba pecahkan dari informasi di internet. Dan penelusuran di dunia maya yang banyak menyertakan berbagai opini dan sudut pandang membuat mereka menjadi kritis.
Namun walau mereka tergolong kritis, dalam beberapa hal pengetahuan dan informasi yang dimiliki Gen Z tergolong kurang mendalam akan suatu hal. Hal ini disebabkan akses informasi melalui dunia maya tersebut yang cenderung berada dalam ranah praktis. Lain halnya dengan pengetahuan yang misalnya didapat melalui text book, jurnal dan berbagai literatur ilmiah lainnya yang biasa diakses oleh generasi yang lebih senior dari Gen Z yang bersifat lebih teoritis dan filosofis.
Jadi di satu sisi Gen Z dapat mengakses informasi dan opini dengan cepat dan beragam sehingga terbiasa kritis. Tetapi di sisi lain, atasan dan perusahaan juga perlu menguji lebih lanjut kedalaman pengetahuan yang mereka miliki. Bahkan ada baiknya perusahaan dan para senior gen Z juga membekali mereka dengan pengetahuan secara teori dan prinsip ilmiah sehingga kekritisan mereka tidak hanya di ranah yang praktis.
5. Lebih Suka Menyelesaikan Tugas Secara Mandiri
Berbeda dengan Milenial yang identik dengan generasi yang kolaboratif dan suka bekerja dalam tim, Gen Z justru rata-rata mereka lebih suka bekerja secara mandiri. Mereka biasanya akan senang jika memiliki ruang kerja sendiri dibanding ruang kerja yang terbuka dan melibatkan banyak orang. Gen Z juga tergolong ingin membuktikan kemampuannya dirinya, sehingga ada kecenderungan tidak ingin bergantung pada atasan, senior dan rekan lainnya untuk menyelesaikan pekerjaan sehingga mereka lebih senang menyelsaikannya sendiri.
Dengan mengenali karakteristik Generasi Z yang dewasa ini mulai memasuki dunia kerja sebagai para pendatang baru, kiranya dapat membuat setiap kita lebih siap menyambut dan mengelola Generasi yang sering disebut Zoomer atau Centennial ini. Tim Next Leader Consulting sebagai partner bagi peningkatan kinerja organisasi juga membekali para pemimpin dengan pengetahuan, sikap dan ketrampilan untuk dapat mengelola tim multi-generasi dengan menitikberatkan pada generasi pendatang baru seperti generasi Z dan Milenial. Salam kolaboratif dan sukses mengelola tim multi-generasi Anda!