Memiliki team kerja multi-generasi terasa menyulitkan dalam berkomunikasi dan seringkali memicu kesalahpahaman…?? Atau justru sebaliknya menjadi peluang dapat saling mengisi kekurangan dari setiap generasi yang berbeda karakteristik dan preferensi gaya kerjanya…??
Pada esensinya menjadi menyulitkan atau justru dapat menjadi peluang positif, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Memang tidak dipungkiri mengelola team dengan generasi yang berbeda; katakanlah Gen X, Milenial dan Gen Z dibutuhkan upaya tersendiri agar perbedaan yang ada tidak menjadi penghambat yang menurunkan produktivitas namun menjadi peluang kerjasama lebih baik. Yuk simak yang Next Leader Consulting telah rangkumkan upaya-upaya untuk dapat difasilitasi dan diterapkan bersama dengan team multi-generasi yang kita pimpin:
1. FASILITASI TUJUAN DARI KARYAWAN TIAP GENERASI
Karena karyawan dari generasi yang berbeda memiliki tujuan pengalaman profesional yang berbeda, sehingga para pemimpin dan bagian pengelola SDM perlu lebih cermat mengidentifikasi apa yang dapat memfasilitasi tujuan bagi setiap karyawan di tiap generasi dan memastikan pekerjaan serta budaya yang ada memenuhi kebutuhan individu di tiap generasi. Disini bagian pengelola SDM dan perwakilan manajemen dapat misalnya memberikan perhatian lebih kepada karyawan dari perwakilan tiap generasi untuk didengarkan aspirasi dan tujuannya dalam bekerja, pengalaman-pengalaman dan ketrampilan kerja yang dibutuhkannya sehingga dapat terus menjaga motivasi dan produktivitasnya.
Pada akhirnya hal ini tidak hanya untuk dapat mempertahankan setiap karyawan yang ada, tetapi juga memperkecil gap generasi yang ada atau silo (kecenderungan mental ketika beberapa departemen atau bagian tertentu tidak bersedia atau cenderung tertutup untuk berbagi informasi dengan departemen lain) karena setiap individu di tiap generasi merasa terfasilitasi apa yang menjadi tujuannya dalam bekerja.
2. TETAPKAN FORMAT KOMUNIKASI YANG MERANGKUL TIAP GENERASI
Generasi yang lebih senior merasa lebih nyaman dengan panggilan telepon dan pertemuan tatap muka, sementara profesional yang lebih muda merasa lebih mudah menggunakan platform komunikasi berbasis web karena lebih efisien dan praktis. Media komunikasi yang digunakan sangat mempengaruhi efektivitas komunikasi, yang pada akhirnya dapat menciptakan saling pengertian dan kerjasama atau sebaliknya kesalahpahaman dan konflik. Karenanya pemimpin harus mendiskusikan cara yang disukai karyawan multi-generasi untuk berkomunikasi dengan timnya dan antar bagian untuk menghindari miskomunikasi.
Pemimpin dan perwakilan manajemen atau bagian pengelola SDM dapat memberikan aturan dan ekspektasi yang jelas tentang bagaimana setiap metode komunikasi dapat digunakan. Misalnya kapan dan pada tugas apa media telepon akan lebih efektif. Kapan pertemuan tatap muka harus diadakan dan jenis pekerjaan apa saja yang perlu diklarifikasi dengan pertemuan secara langsung ini. Sementara koordinasi yang dapat diselesaikan hanya melalui pesan singkat atau pesan digital mencakup hal apa saja. Hal ini penting disepakati dan dijadikan aturan yang merangkul tiap generasi sehingga memastikan bahwa tidak ada karyawan di generasi manapun yang melewatkan informasi penting.
3. SEPAKATI PREFERENSI GAYA KERJA
Setiap generasi memiliki preferensi gaya kerja masing-masing yang berbeda dengan generasi lainnya. Gen X yang terkenal mandiri dalam bekerja, menyukai pekerjaan yang terstruktur dan cenderung skeptis serta menyukai komunikasi yang formal disampaikan melalui email. Sementara Milenial cenderung lebih menyukai bekerja dalam team atau dapat selalu terhubung dengan individu yang lain, mencari lingkungan kerja yang informal dan haus akan pengembangan diri. Dan Gen Z memiliki prefernsi kerja Do It Yourself alias punya gaya tersendiri dan cenderung tidak mau diatur, dalam berkomunikasi tidak dapat lepas dari gadget serta serba instant sehingga dalam bekerja lebih ingin cepat mendapat hasil.
Tentunya tidak semua individu akan dapat beradaptasi dengan gaya kerja yang cenderung mendekati ke satu generasi tertentu. Misalnya jika suatu organisasi didominasi Gen X maka bisa jadi budaya kerja yang ada terasa kental dengan karakteristik Gen X yang terstruktur dan mandiri dalam penyelesaian tugas. Dan ketika angkatan kerja Milenial serta Gen X Manajer masuk, maka mereka dapat cenderung merasa birokrasi yang terlalu kaku, dan kurang adanya sarana untuk berdiskusi dan berpendapat.
Karena para pemimpin tiap Department dan perwakilan manajemen perlu duduk bersama tim multi-generasi mereka untuk mendiskusikan dan menyepakati preferensi gaya kerja yang dapat diterima oleh semua tim dari berbagai generasi. Misalnya dapat disepakati di area pekerjaan apa yang perlu lebih banyak mendengarkan pendapat yang lain dan dibuka forum diskusi. Prosedur kerja mana yang perlu lebih efisien dan bagaimana komunikasi dari generasi yang lebih muda dapat respek pada generasi senior mereka, dan bahkan belajar dari pengalaman kerja pemimpin senior.
Aturan dan kesepakatan yang disusun secara kolaboratif dari preferensi kerja setiap generasi ini akan membantu tim menentukan cara berkomunikasi, cara mengukur keberhasilan kerja, keseimbangan kerja (work life balance), hingga cara meminta bantuan pada pihak lain yang efektif. Bila tidak ada kesepakatan ini, maka organisasi layaknya menunggu bom waktu yang dapat kapan saja meledak, karena adanya individu di tiap generasi yang merasa dipaksa dengan preferensi kerja tertentu yang menurutnya tidak efektif. Karenanya para pemimpin dan pengelola SDM perlu saling berkonsultasi untuk merancang ulang aturan dan kesepakatan gaya kerja yang efektif sesuai kebutuhan individu di tiap generasi.
4. TAWARKAN EVP YANG MENARIK BAGI SEMUA GENERASI
EVP atau Employee Value Proposition merupakan keseimbangan penghargaan dan manfaat yang ditawarkan organiasasi pada karyawan sebagai imbalan atas kinerja luar biasa mereka di tempar kerja, yang mencakup semua yang dilakukan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan. Dalam mengelola team kerja multi-generasi, maka perwakilan pemimpin dan bagian pengelola SDM perlu membuat manfaat yang berfokus pada kesejahteraan untuk membuat tertarik dan mempertahankan karyawan terbaiknya di semua generasi.
Misalnya fasilitas dan bonus yang diberikan pada karyawan dapat disesuaikan dengan aspirasi tiap generasi. Umumnya bagi Gen X asuransi kesehatan dan kecelakaan menjadi hal penting. Sementara Milenial justru menganggap bonus fasilitas pengembangan diri seperti pelatihan sertifikasi menjadi menarik baginya. Entertainment voucher sesuai minat Gen Z juga dapat menjadi EVP yang sangat menarik bagi mereka. Untuk memfasilitasinya bisa dengan membuat focus group generation tiap generasi untuk mendengarkan aspirasi mereka dan memastikan program fasilitas dan tunjangan yang diberikan memberi makna yang mengena bagi karyawan di tiap generasi sehingga mereka merasa mendapat penghargaan yang tepat sesuai hasil kerjanya selama ini.
Berdasarkan keempat hal yang telah dibahas ini, tentunya persiapan sangatlah diperlukan agar keempat hal untuk merangkul kerjasama antar generasi dapat terfasilitasi dengan baik. Persiapan utama yang diperlukan ialah kesediaan perwakilan manajemen dan pemimpin serta bagian pengelola SDM untuk mendengarikan pendapat, ide-ide, serta aspirasi dan bahkan keluhan dari tiap generasi pada keempat hal yang telah dibahas di atas. Team fasilitator Next Leader Consulting yang telah berpengalaman dalam mengembangkan pemimpin masa depan dalam team multi-generasi siap mendampingi para pemimpin dan pengelola SDM dalam memfasilitasinya.